U m r a h
U M R A H
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Umrah termasuk ibadah yang paling mulia dan yang paling utama, dengan ibadah ini Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan untuk berumrah, baik melalui perkataan maupun perbuatan, beliau bersabda:
اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا.
“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya.” [1]
Beliau juga bersabda:
تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ.
“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran besi, emas dan perak.” [2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan ibadah umrah dan para Sahabat pun menunaikan ibadah umrah bersama beliau ketika beliau hidup maupun setelah beliau wafat.
Rukun-Rukun Umrah
1. Ihram
Yaitu niat memulai umrah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” [3]
2,3. Thawaf dan Sa’i
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [Al-Hajj/22: 29]
Firman-Nya:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah...” [Al-Baqarah/2: 158]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اِسْعَوْا، إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ.
“Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian.” [4]
4. Mencukur rambut atau memendekkannya
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْكُمْ هَدْىَ فَلْيَطُفْ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَلْيُقَصِّرْ وَلْيُحَلِّلْ.
“Barangsiapa di antara kalian yang tidak membawa hewan kurban, hendaknya ia thawaf di Baitullah, sa’i antara Shafa dan Marwah, kemudian memendekkan rambut dan bertahallul.”
Hal-Hal Yang Diwajibkan Dalam Umrah
Bagi orang yang hendak menunaikan ibadah umrah wajib berihram dari miqat, jika ia tinggal di luar miqat. Apabila ia tinggal dalam batas miqat, maka ia berihram dari rumahnya. Adapun orang yang tinggal di kota Makkah, mereka harus keluar ke daerah halal dan berihram dari sana, berdasarkan sabda Rasulullah j ke-pada ‘Aisyah agar berihram dari Tan’im.[5]
Waktu Umrah
Seluruh hari dalam setahun adalah waktu untuk umrah, kecuali umrah di bulan Ramadhan lebih utama daripada waktu yang lainnya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً.
“Umrah di bulan Ramadhan menyamai pahala haji” [6]
Diperbolehkan Umrah Sebelum Haji
Dari ‘Ikrimah bin Khalid, bahwa ia pernah bertanya tentang umrah sebelum haji kepada Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Tidak mengapa.” Berkata ‘Ikrimah, “Ibnu ‘Umar berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan ibadah umrah sebelum menunaikan ibadah haji.’”[7]
Menunaikan Ibadah Umrah Berkali-kali
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam umrah empat kali dalam empat tahun, beliau tidak pernah menunaikan lebih dari satu kali umrah dalam satu kali perjalanan. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh orang-orang yang bersama beliau dari para Sahabat. Tidak pernah diriwayatkan bahwa salah seorang di antara mereka menjamak dua umrah dalam satu perjalanan, baik pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup maupun setelah beliau wafat. Kecuali ‘Aisyah ketika haidh dalam hajinya bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memerintahkan kakak ‘Aisyah, ‘Abdurrahman bin Abi Bakar, agar menemani ‘Aisyah keluar menuju Tan’im, guna berihram untuk umrah. Sebab ‘Aisyah menyangka umrah yang ia gabung dengan haji itu batal, ia pun menangis, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya umrah kembali guna mengibur hatinya.
Umrah yang dikerjakan oleh ‘Aisyah ini khusus bagi ‘Aisyah dengan dalil bahwa tidak pernah diketahui dari salah seorang Sahabat pun, baik laki-laki maupun wanita, yang menunaikan umrah setelah haji dari Tan’im, sebagaimana yang dikerjakan ‘Aisyah. Seandainya mereka mengetahui bahwa yang dikerjakan ‘Aisyah itu disyari’atkan bagi mereka setelah menunaikan ibadah haji niscaya akan banyak riwayat yang dinukil dalam hal ini. Berkata Imam asy-Syaukani, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah umrah keluar ke tanah halal kemudian masuk Makkah lagi dengan umrah, seperti apa yang dikerjakan oleh manusia pada zaman ini. Dan tidak ada riwayat dari para Sahabat bahwa mereka mengerjakan hal ini.”
Sebagaimana umrah berkali-kali (setelah haji) tidak ada riwayatnya dari seorang Sahabat pun, tidak ada riwayat dari mereka mengulang-ulang umrah dalam setahun. Mereka dahulu pergi menuju Makkah sendiri-sendiri atau berjama’ah, mereka mengetahui bahwa umrah adalah kunjungan untuk thawaf di Baitullah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Mereka juga mengetahui secara yakin bahwa thawaf di Baitullah lebih utama dari sa’i.
Lalu ganti dari itu semua adalah orang-orang itu menyibukkan diri keluar ke Tan’im dan sibuk dengan umrah baru setelah umrah yang mereka kerjakan dan yang lebih utama adalah mereka itu thawaf di Baitullah (daripada mengulang-ulang umrah). Telah kita ketahui bahwa waktu yang dipakai oleh seseorang keluar ke Tan‘im melakukan ihram untuk umrah baru, dapat dipakai thawaf di Baitullah ratusan putaran. Thawus berkata, “Aku tidak mengetahui orang yang berumrah dari Tan’im apakah akan diberi pahala atau akan diadzab!!” Dikatakan kepadanya, “Diadzab?” Ia berkata, “Karena dia meninggalkan thawaf di Baitullah dan keluar empat mil, kemudian datang lagi. Waktu yang ia pakai sampai ia tiba kembali bisa dipakai thawaf dua ratus putaran. Setiap ia thawaf di Baitullah lebih utama daripada ia berjalan untuk sesuatu yang tidak ada gunanya.”
Pendapat yang mengatakan bahwa tidak disyari’atkannya mengulang-ulang umrah adalah pendapat yang Sunnah amalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amalan para Sahabat رضوان الله عليهم. Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar berpegang teguh kepada Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin setelah beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ.
“Berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (III/597, no. 1773), Shahiih Muslim (II/983, no. 1349), Sunan at-Tirmidzi (II/206, no. 937), Sunan an-Nasa-i (V/115), Sunan Ibni Majah (II/964, no. 2888).
[2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2899)], Sunan at-Tirmidzi (II/153, no. 807), Sunan an-Nasa-i (V/115).
[3]. Hadits ini sudah pernah dibawakan
[4]. Hadits ini sudah pernah dibawakan.
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (III/606, no. 1784), Shahiih Muslim (II/885, no. 1212), Sunan Abi Dawud (V/474, no. 1979), Sunan at-Tirmidzi (II/206, no. 938), Sunan Ibni Majah (II/997, no. 2999).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shagiir (no. 4097)], Sunan at-Tirmidzi (II/208, no. 943), Sunan Ibni Majah (II/996, no. 2993).
[7]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 862)], Shahiih al-Bukhari (III/598, no. 1774).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1055-u-m-r-a-h.html